[Ga tau, lagi pen nulis aja pt. 4]

Disudut ruangan tanpa cahaya, seseorang menatap lurus penuh luka. Luka itu bukan diberikan oleh orang lain, luka itu justru datang diundang oleh dirinya sendiri. Dirinya sendiri yang mengurung dirinya, mengikatkan tali pada tangannya dan memasung kakinya. Dirinya sendiri yang menyayat habis habisan jiwa yang sudah tak sanggup lagi berdiri. Dirinya sendiri yang membiarkan luka terus menganga bahkan meneteskan air perasan jeruk nipis agar semakin terasa sakitnya, agar masih terasa baru.

Mati adalah keinginan utamanya tapi Tuhan masih membiarkan dia hidup, didalam kehampaan dan kekosongan yang mengisi harinya. Tuhan masih memberikan dia napas dengan udara yang justru menghimpit bukan melapangkan dadanya.

Topeng yang digunakannya sudah lusuh, saking lamanya tak pernah dilepas. Dirinya sudah bukan lagi dirinya sejak kejadian dua tahun silam. Kejadian yang berhasil merenggut seluruh dunianya. Kejadian yang menghadirkan rasa bersalah paling dalam dilorong hatinya. 

Dia menyiksa dirinya tanpa ampun. Berusaha tertawa walau sebenarnya dia sendiri tak tahu apa yang sedang ditertawakan; hal hal yang memang lucu atau justru menertawakan dirinya sendiri. Menyedihkan, tertawa diatas penderitannya sendiri. Berusaha menjadi seorang penipu paling mahir, tapi semua orang tahu berbohong adalah kelemahannya. Ya, memang begitu nasibnya, sungguh malang.

Ini bukan jalan cerita yang diharapkannya. Tak ada sedikitpun dia berharap dalam doanya akan dihadiahi jalan cerita seperti ini. Bukan hanya dia, semua orang sepertinya. Semua orang tidak ingin mengambil peran dalam cerita ini. Tapi, ini adalah garis takdirnya. Tak bisa ia tepis. Dia tak tahu apa tujuan Tuhan dari semua ini. Tapi rasanya dia sudah ingin menyerah, dia tak sanggup untuk sampai pada akhir cerita. Bahkan dia sama sekali tidak penasaran dengan akhir cerita yang sembilan puluh persen bercerita tentang luka.

Sampai akhirnya, diambang hidup dan mati harapan dalam dirinya, seseorang datang; entah untuk menyelamatkannya atau malah hanya menonton dia yang terus tenggelam didalam rasa bersalah yang kian dalam. Entah ingin menyembuhkan atau justru menambah luka baru. Entah ingin menghapus pilu atau justru menggambarkan sebuah palsu.

Seseorang itu adalah dia, yang datangnya tak disangka sangka. Yang kehadirannya tak pernah dinanti, dia, seseorang yang menawarkan kekuatan walau dirinya sendiri dalam keadaan bermandikan darah. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Sang Melankolis]

[Ga tau, lagi pen nulis aja pt.3]

[Ubah Insekyur Jadi Bersyukur]